Foto Bersama DPC GMNI Kendari
Kendari - Gelar Demonstrasi, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari bersama lembaga kemahasiswaan lainnya melakukan aksi kampanye di beberapa titik yang ada di Kota Kendari pada 1 Mei 2024.
Berbagai organisasi membawa berbagai peraga kampanye, mulai dari topi petani, petaka, keranda mayat, parang dan lainnya yang menandakan kondisi dan fenomena buruh yang sedang di hadapi saat ini.
Demonstrasi ini dilakukan dilakukan sebagai bentuk keresahan yang secara langsung juga menyampaikan aspirasi kepada pemerintah agar lebih pro aktif terhadap nasib para buruh yang ada di Sulawesi Tenggara.
Setiap tahunnya, tepat tanggal 1 Mei, buruh merayakan Hari Buruh Internasional. Tahun ini, buruh dari berbagai kalangan meminta presiden terpilih Indonesia periode 2024-2029 untuk mencabut sistem outsourcing di sektor ketenagakerjaan.
Dalam orasinya Kabid Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Kendari mengatakan kesejahteraan buruh bisa tercapai tanpa adanya Omnibus Law Cipta Kerja.
"Jika masih ada UU yang mengkriminalisasi hak-hak buruh, maka apa yang di harapkan tentang kesejahteraan dan keberlangsungan peningkatan ekonomi, maka masyarakat belum bisa merasakan seperti apa yang di harapkan," tegasnya.
Selain itu, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan beberapa organisasi yang lainnya juga mendesak agar penetapan upah buruh bisa lebih layak untuk mendorong produktivitas dan daya saing.
"Kami berharap Pemerintah bisa mendengar seluruh permintaan buruh yang disebut sebagai penggerak roda perekonomian negara," ujarnya pada 2 Mei 2024 di Kendari.
Sementara Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya menilai klaster pekerja itu telah merugikan pekerja seperti buruh, petani, nelayan dan kelas pekerja lainnya.
Ia membeberkan dalam orasinya, Sulawesi Tenggara yang dikenal dengan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat melimpah diberbagai sektor tetapi belum mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat khususnya buruh, nelayan, petani dan kaum miskin kota untuk menikmati hasil kekayaan yang ada di Bumi Anoa Sulawesi Tenggara ini.
Ia menilai, kebijakan pemerintah masih condong kepada kepentingan oligarki yang hanya menguntungkan diri mereka sendiri.
"Sehingga kami berharap lewat momentum hari buruh internasional atau yang di kenal sebagai May Day sebagai bentuk konsolidasi nasional untuk menuntut hak-hak yang selama ini belum terpenuhi dengan jam kerja yang tinggi tetapi dengan upah minimun yang belum tidak memberikan kemakmuran kepada masyarakat," tegasnya.
Terakhir, salah satu anggota Kesatuan Pemuda Mahasiswa Maperaha (KPMM), Arwan menegaskan agar mahasiswa dan pemuda tetapi menjadi pelopor perjuangan dalam memperjuangkan hak-hak buruh yang masih tertindas, yang di kapitalisasi oleh kepentingan oligarki.
"Kami berharap, orientasi kelembagaan bisa lebih peka dan bisa membawa fenomena bahwa memang kondisi masyarakat kita masih termarjinalkan. Ini juga tidak terlepas dari kepentingan elit politik yang hanya menguntungkan diri mereka sendiri tanpa peduli kepada kepentingan masyarakat secara umum," tegasnya.
Dalam aksi yang sedang berlangsung terlihat bagaimana antusias mahasiswa dan pemuda terlibat secara penuh meskipun kondisi cuaca yang mendukung, tetapi semangat dan jiwa militansi untuk memperjuangkan hak-hak buruh dan masyarakat tak bisa di bendung.
Penulis : Rasmin Jaya.